1.
Definisi
Bisa adalah suatu zat
atau substansi yang berfungsi untuk melumpuhkan mangsa dan sekaligus juga
berperan pada sistem pertahanan diri. Bisa tersebut merupakan ludah yang
termodifikasi, yang dihasilkan oleh kelenjar khusus. Kelenjar yang mengeluarkan
bisa merupakan suatu modifikasi kelenjar ludah parotid yang terletak di setiap
bagian bawah sisi kepala di belakang mata. Bisa ular tidak hanya terdiri atas
satu substansi tunggal, tetapi merupakan campuran kompleks, terutama protein,
yang memiliki aktivitas enzimatik
Bisa ular adalah kumpulan dari terutama protein yang
mempunyai efek fisiologik yang luas atau bervariasi. Yang mempengaruhi sistem multiorgan,
terutama neurologik, kardiovaskuler, dan
sistem pernapasan.
Racun ular adalah racun hewani yang terdapat
pada ular berbisa. Racun binatang adalah merupakan campuran dari berbagai macam
zat yang berbeda yang dapat menimbulkan beberapa reaksi toksik yang berbeda
pada manusia. Sebagian kecil racun bersifat spesifik terhadap suatu organ,
beberapa mempunyai efek pada hampir setiap organ. Kadang-kadang pasien dapat
membebaskan beberapa zat farmakologis yang dapat meningkatkan keparahan racun
yang bersangkutan. Komposisi racun tergantung dari bagaimana binatang
menggunakan toksinnya. Racun mulut bersifat ofensif yang bertujuan melumpuhkan
mangsanya, sering kali mengandung faktor letal. Racun ekor bersifat defensive
dan bertujuan mengusir predator, racun bersifat kurang toksik dan merusak lebih
sedikit jaringan (Suzanne
Smaltzer dan Brenda G. Bare, 2001: 2490)
2.
Etiologi
Karena gigitan ular yang
berbisa, yang terdapat 3 famili ular yang berbisa, yaitu Elapidae, Viperidae
dan Hidrophidae :
a.
Famili Elipadae, terdiri dari : Najabungarus (King
Cobra), Najatripudrat sputatrix (Cobra Hitam, ular sendok) dan Najabungarus
Candida (Ular sendok berkaca mata)
b.
Famili Viperidae, terdiri dari : Ancistrodon
rodostom (Ular tanah), Lacheis Graninius (Ular hijau pohon), Micrurus Fulvius
(Ular batu koral)
c.
Famili Hydrophydae merupakan ular laut yang
mempunyai ekor pipeh seperti dayung , biasanya berkepala kecil
Bisa ular dapat
menyebabkan perubahan local, seperti edema dan pendarahan. Banyak bisa yang
menimbulkan perubahan local, tetapi tetap dilokasi pada anggota badan yang
tergigit. Sedangkan beberapa bisa Elapidae tidak terdapat lagi dilokasi gigitan
dalam waktu 8 jam . Daya toksik bisa ular yang telah diketahui ada 2
macam :
a.
Bisa ular yang bersifat racun terhadap
darah (hematoxic)
Bisa
ular yang bersifat racun terhadap darah, yaitu bisa ular yang menyerang dan
merusak (menghancurkan) sel-sel darah merah dengan jalan menghancurkan stroma
lecethine ( dinding sel darah merah), sehingga sel darah menjadi hancur dan
larut (hemolysin) dan keluar menembus pembuluh-pembuluh darah, mengakibatkan
timbulnya perdarahan pada selaput tipis (lender) pada mulut, hidung,
tenggorokan, dan lain-lain.
b.
Bisa ular yang bersifat saraf (Neurotoxic)
Yaitu bisa ular
yang merusak dan melumpuhkan jaringan- jaringan sel saraf sekitar luka gigitan
yang menyebabkan jaringan- jaringan sel saraf tersebut mati dengan tanda-tanda
kulit sekitar luka gigitan tampak kebiru-biruan dan hitam (nekrotis).
Penyebaran dan peracunan selanjutnya mempengaruhi susunan saraf pusat dengan
jalan melumpuhkan susunan saraf pusat, seperti saraf pernafasan dan jantung.
Penyebaran bisa ular keseluruh tubuh, ialah melalui pembuluh limphe
3.
Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala yang umum ditemukan
pada pasien bekas gigitan ular adalah :
a.
Tanda-tanda
bekas taring, laserasi
b.
Bengkak
dan kemerahan, kadang-kadang bulae atau vasikular
c.
Sakit
kepala, mual, muntah
d.
Rasa
sakit pada otot-otot, dinding perut
e.
Demam
f.
Keringat
dingin
g.
Kelumpuhan
otot pernafasa
h.
Kardiovaskuler
terganggu
i.
Kesadaran
menurun sampai koma
j.
Luka
bekas patukan yang terus berdarah
k.
Haematuria
l.
Haemoptisis/haematemesis
m.
Syok
hipovelemik
Efek yang ditimbulkan akibat gigitan
ular dapat dibagi tiga :
a.
Efek local
Beberapa spesies seperti coral snakes, krait akan
memberikan efek yang agak sulit di deteksi dan hanya bersifat minor tetapi
beberapa spesies, gigitannya dapat menghasilkan efek yang cukup besar seperti:
bengkak, melepuh, perdarahan, memar sampai dengan nekrosis. Yang mesti
diwaspadai adalah terjadinya syok hipovolemik sekunder yang diakibatkan oleh
berpindahnya cairan vaskuler ke jaringan akibat efek sistemik bisa ular
tersebut.
b.
Efek sistemik
Gigitan ular ini akan menghasilkan efek yang non-spesifik
seperti: nyeri kepala,mual dan muntah, nyeri perut, diare sampai pasien menjadi
kolaps. Gejalayang ditemukan seperti ini sebagai tanda bahaya bagi petugas
kesehatan untuk memberi petolongan segera.
c.
Efek sistemik spesifik
Efek
sistemik spesifik dapat dibagi berdasarkan:
1)
Koagulopati
Beberapa spesies ular dapat
menyebabkan terjadinya koagulopati.
Tanda tanda klinis yang dapat ditemukan adalah keluarnya darah terus
menerusdari tempat gigitan, venipuncture dari gusi dan bila berkembang
akan menimbulkan hematuria,
haematomesis, melena dan batuk darah.
2)
Neurotoksik
Gigitan ular ini dapat menyebabkan
terjadinya flaccid paralysis. Ini biasanya berbahaya bila terjadi
paralisis pada pernafasan. Biasanya tanda-tandayang pertama kali dijumpai
adalah pada saraf kranial seperti ptosis,oftalmoplegia progresif bila tidak
mendapat anti venom akan terjadikelemahan anggota tubuh dan paralisis
pernafasan. Biasanya full paralysis akan memakan waktu + 12 jam, pada
beberapa kasus biasanya menjadi lebih cepat, 3 jam setelah gigitan.
3)
Miotoksisitas
Miotoksisitas hanya akan ditemukan
bila seseorang diserang atau digigitoleh ular laut. Ular yang berada didaratan
biasanya tidak ada yang menyebabkan terjadinya miotoksisitas berat. Gejala dan
tanda adalah :nyeri otot, tenderness, mioglobinuria dan berpotensi untuk
terjadinya gagal ginjal, hiperkalemia dan kardiotoksisitas
4.
Klasifikasi
Gigitan ular berbisa diklasifikan
beberapa derajat, antara lain :
a.
Derajat
0
Dengan tanda-tanda tidak keracunan, hanya ada bekas
taring dan gigitan ular, nyeri minimal dan terdapat edema dan eritema kurang
dari 1 inci dalam 12 jam, pada umumnya gejala sistemik yang lain tidak ada
b.
Derajat
I
Terjadi keracunan minimal,
terdapat bekas taring dan gigitan, terasa sangat nyeri dan edema serta eritema
seluas 1-5 inci dalam 12 jam, tidak ada gejala sistemik
c.
Derajat
II
Terjadi keracunan tingkat sedang
terdapat bekas taring dan gigitan, terasa sangat nyeri dan edema serta
eritemayang terjadi meluas antara 6-12 inci dalam 12 jam. Kadang- kadang
dijumpai gejala sistemik seperti mual, gejalaneurotoksi, syok, pembesaran
kelenjar getah beningregional
d.
Derajat
III
Terdapat gejala keracunan yang
hebat, bekas taring dan gigitan, terasa sangat nyeri, edema dan eritema yang
terjadi luasnya lebih dari 12 inci dalam 12 jam. Juga terdapat gejala sistemik
seperti hipotensi, petekhiae, dan ekimosis serta syok
e.
Derajat
IV
Gejala keracunan sangat berat,
terdapat bekas taring dan gigitan yang multiple, terdapat edema dan lokal pada
bagian distal ekstremitas dan gejala sistemik berupa gagal ginjal, koma sputum
berdarah
5.
PATHWAY
6.
Komplikasi
a.
Syok hipovolemik
b.
Edema paru
c.
Kematian
d.
Gagal napas
7.
Pemeriksaan
Penunjang
a.
Pemeriksaan
laboratorium dasar, pemeriksaaan kimia darah, hitung sel darah lengkap,
penentuan golongan darah dan uji silang, waktu protrombin, waktu tromboplastin
parsial, hitung trombosit, urinalisis,
b.
Penentuan
kadar gula darah, BUN dan elektrolit. Untuk gigitan yang hebat, lakukan
pemeriksaan fibrinogen, fragilitas sel darah merah, waktu pembekuan dan waktu
retraksi bekuan.
c.
Pada foto rontgen thoraks dapat dijumpai emboli paru
dan atau edema paru
8.
Penatalaksanaan
Medis
a.
Prinsip penanganan pada korban
gigitan ular:
1.
Menghalangi
penyerapan dan penyebaran bisa ular.
2.
Menetralkan
bisa.
3.
Mengobati
komplikasi.
b.
Pertolongan pertama :
Pertolongan
pertama, pastikan daerah sekitar aman dan ular telah pergi segera cari
pertolongan medis jangan tinggalkan korban. Selanjutnya lakukan prinsip RIGT,
yaitu:
R : Reassure
: Yakinkan kondisi korban, tenangkan dan istirahatkan korban, kepanikan akan
menaikan tekanan darah dan nadi sehingga racun akan lebih cepat menyebar ke
tubuh. Terkadang pasien pingsan/panik karena kaget.
I : Immobilisation : Jangan menggerakan
korban, perintahkan korban untuk tidak berjalan atau lari. Jika dalam waktu 30
menit pertolongan medis tidak datang, lakukan tehnik balut tekan
(pressure-immoblisation) pada daerah sekitar gigitan (tangan atau kaki) lihat
prosedur pressure immobilization (balut tekan).
G : Get : Bawa korban ke rumah sakit
sesegera dan seaman mungkin.
T : Tell the Doctor : Informasikan ke
dokter tanda dan gejala yang muncul pada korban.
c.
Perawatan
Medis
1.
Hindari
kontak luka dengan larutan asam KmnO4, yodium, atau benda panas
2.
Zat anestetik
disuntikkan disekitar luka, jangan kedalam luka bila perlu pengeluaran dibantu
dengan penghisapan melalui breast pump
3.
Bila mungkin
berikan suntikkan anti bisa (antivenin) dengan dosis 4-5 ampul dewasa,
anak-anak dengan dosis yang lebih besar
(2-3 kali)
4.
Perbaikan sirkulasi
·
Kafein Na benzoate 0,5 g/iv
·
Bila perlu diberikan vasokonstriktor, misal epedrin
10-25 mg dalam 500-100 ml cairan/drip
5.
Obat lain
·
ATS 1500-3000 ui
·
Toksoid tetanus 1ml
·
Antibiotik
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1.
PENGKAJIAN
1.
Identitas
Klien :
Keseluruhan identitas klien
meliputi nama, nama penanggung jawab, alamat, tanggal masuk rumah sakit ,
tanggal pengkajian dll
2.
Keluhan utama
:
Adanya Mual,
muntah, nyeri, merah dan odem pada daerah gigitan, nyeri disertai demam,
gatal-gatal , sesak nafas
3.
Riwayat
penyakit sekarang :
Klien Mual,
muntah, Penurunan berat badan, penurunan lemak subkutan/massa otot
(malnutrisi)
4.
Riwayat
penyakit sebelumnya :
Apakah pernah dirawat di
rumah sakut sebelumnya .
5.
Riwayat
penyakit keluarga :
Ditanyakan adanya keluarga
yang menderita penyakit yang sama
6.
Riwayat
psiko,sosio, dan spiritual :
Adanya kecemasan dengan kondisi kehamilannya yang sekarang, bagaimana
kegiatan social dan Spiritual
7.
Pola
aktivitas sehari-hari
a.
Pola
nutrisi & metabolic :
Klien Mual, muntah,
Penurunan berat badan, penurunan lemak subkutan/massa otot (malnutrisi)
b.
Pola
Eliminasi :
Dikaji
warna, konsistensi, bau, adanya diare
c.
Pola
Istirahat dan Tidur :
Klien
mengalami gangguan tidur karena nyeri karena gigitan, malaise,Sakit
kepala, pusing, pingsan
dll
d.
Pola
Kebersihan Diri :
Kebersihan
klien selama di rumah sakit
e.
Pola
Aktivitas :
Pasien
melakukan aktivitas mandiri, aktivitas dibantu keluarga,
8.
Pemeriksaan
Fisik
Keadaan umum : Lemah.
Kesadaran : composmentis
GCS :456
TTV = TD :
Normal / hipertensi (n: 120/80 mmHg).
Suhu : 36,5 o C- 37,5 o C
Nadi : 80-120 x/mnt
RR : Normal / meningkat (n: 30-60 x/mnt).
1)
Kepala dan leher
Inspeksi : Ekspansi wajah
menyeringai, rileks
Mata : Simetris / tidak,
pupil isokhor, skelara pink, konjunctiva tdk anemis
Hidung : Terdapat mukus /
tidak, pernafasan cuping hidung.
Telinga : Simetris,
terdapat mukus / tidak,.
Bibir : mukosa bibir
lembab,tidak ada stomatitis.
Palpasi : Tidak ada
pembesaran kelenjar thyroid dan limfe pada leher.
2)
Dada :
Inspeksi :
Simetris,tidak terdapat tarikan otot bantu pernafasan, adanya odem,
Palpasi :
Denyutan jantung teraba cepat,badan terasa panas,nyeri tekan (-)
Perkusi
: Jantung : Dullness
Auskultasi : Suara nafas
normal.
3)
Abdomen
Inspeksi :
adanya odem, lesi
Palpasi
: nyeri tekan pada addomen , pembesaran hepar
Perkusi
: tympani
Auskultasi : Terdengar
bising usus.(n= 5-12x/menit)
4)
Ekstremitas
Atas : simetris, tidak ada
odem, adanya luka
Bawah :
simetris, tidak ada odem, adanya luka
2.
Diagnosa Keperawatan
a. Hipertermia berhubungan dengan peningkatan
tingkat metabolisme, efek langsung dari sirkulasi endotoksin pada hipotalamus,
perubahan pada regulasi temperatur, proses infeksi
b.
Nyeri berhubungan dengan proses toksikasi
/ terputusnya terputusnya kontinuitas jaringan kulit
c. Ansietas berhubungan dengan krisis
situasi, perawatan di rumah sakit/prosedur isolasi, mengingat pengalaman
trauma, ancaman kematian
3.
Intervensi Keperawatan
a.
Hipertermia
berhubungan dengan efek langsung endotoksin pada hipotalamus
Tujuan : Setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam diharapkan suhu tubuh kembali
normal dg KH :
·
Suhu normal : 36,5-37,5ºC
·
Nadi normal : 60-100x/m , TD normal : TD : 80-120mmhg
·
Tidak
ada perubahan warna kulit
·
Tidak
ada pusing
INTERVENSI :
1.
Pantau
suhu klien, perhatikan menggigil atau diaforesis
Rasional:
Suhu 38,9-41,1oC menunjukkan proses penyakit infeksi akut.
2.
Pantau
suhu lingkungan, batasi linen tempat tidur
Rasional:
Suhu ruangan/jumlah selimut harus diubah untuk mempertahankan suhu mendekati
normal.
3.
Beri
kompres mandi hangat
Rasional:
Dapat membantu mengurangi demam, karena alkohol dapat membuat kulit kering.
4.
Beri
antipiretik
Rasional:
Digunakan untuk mengurangi demam dengan aksi sentralnya pada hipotalamus.
5.
Berikan
selimut pendingin
Rasional:
Digunakan untuk mengurangi demam.
b.
Nyeri
berhubungan dengan proses toksikasi / terputusnya terputusnya kontinuitas
jaringan kulit
Tujuan : Setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam diharapkan nyeri berkurang /
hilang dg KH :
·
Px mampu mengontrol nyeri
·
Px melaporkan adanya nyeri berkurang dg menggunakan
managemen nyeri
·
Skala nyeri 0
·
Ekspresi wajah rileks
·
Dapat beristirahat dengan nyaman
·
TTV dalam
rentang normal : TD
: 80-120mmhg, RR : 16-20x/menit
INTERVENSI :
1.
Observasi
keluhan nyeri, perhatikan lokasi atau karakter, intensitas
Rasional : Perubahan lokasi/ karakter/ intersitas nyeri dapat mengidentifikasi
terjadinya komplikasi
2.
Jelaskan prosedur/ berikan informasi setelah
debridement luka
Rasional : Dukungan empati dapat membantu mengurangi
nyeri atau meningkatkan relaksasi
3.
Dorong ekspresi
perasaan tentang nyeri
Rasional : Pernyataan
memungkinkan pengungkapan emosi dan dapat meningkatkan mekanisme koping
4.
Ajarkan tekhnik
manajemen stress dan tekhnik relaksasi
Rasional : Memfokuskan kembali perhatian dan meningkatkan relaksasi
5.
Kolaborasi dengan tim
medis lain dalam pemberian obat dan terapi
Mempercepat
penyembuhan dan untuk mengurangi nyeri
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24
jam di harapkan pola ansietas hilang dg KH :
· Menyatakan
kesadaran perasaan dan menerimanya dengan cara yang sehat,
· Mengatakan
ansietas hilang/ berkurang
· TTV dalam rentang normal : TD :
80-120mmhg, RR : 16-20x/menit
· Tidak mengalami gangguan tidur
INTERVENSI :
1.
Berikan penjelasan dengan sering dan
informasi tentang prosedur perawatan
Rasional: Pengetahuan
apa yang diharapkan menurunkan ketakutan dan ansietas, memperjelas kesalahan
konsep dan meningkatkan kerja sama.
2.
Tunjukkan keinginan untuk mendengar dan
berbicara pada pasien bila prosedur bebas dari nyeri
Rasional: Membantu
pasien/orang terdekat untuk mengetahui bahwa dukungan tersedia dan bahwa
pembrian asuhan tertarik pada orang tersebut tidak hanya merawat luka
3.
Kaji status mental, termasuk suasana
hati/afek
Rasional : Pada
awal, pasien dapat menggunakan penyangkalan dan represi untuk menurunkan dan
menyaring informasi keseluruhan. Beberapa pasien menunjukkan tenang dan status
mental waspada, menunjukkan disosiasi kenyataan, yang juga merupakan mekanisme
perlindungan
4.
Dorong pasien untuk bicara tentang luka
setiap hari
Rasional : Pasien
perlu membicarakan apa yang terjadi terus menerus untuk membuat beberapa rasa
terhadap situasi apa yang menakutkan
5.
Jelaskan pada pasien apa yang terjadi.
Berikan kesempatan untuk bertanya dan berikan jawaban terbuka/jujur
Rasional : Pernyataan kompensasi menunjukkan
realitas situasi yang dapat membantu pasien/orang terdekat menerima realitas
dan mulai menerima apa yang terjadi
DAFTAR PUSTAKA
Hugh A. F.
Dudley (Ed), Hamilto Bailey, Ilmu Bedah, Edisi XI, Gajah Mada University
Press, 1992
Diane
C. Baugman, Joann C. Hackley, Medical Surgical Nursing, Lippincott, 1996
Donna D.
Ignatavicius, at al., Medical Surgical Nursing : A Nursing Process Approach,
2nd Edition, WB. Saunders Company, Philadelphia, 1991.
Susan Martin
Tucker, at al., Standar Perawatan Pasien : Proses keperawatan, Diagnosis dan
Evaluasi, Edisi V, Volume 2, EGC, Jakarta, 1998.
Joice M.
Black, Esther Matassarin Jacobs, Medical Surgical Nursing : Clinical
Management for Contuinity of Care, 5th Edition, WB. Saunders
Company, Philadelphia, 1997.
Soeparman,
Sarwono Waspadji, Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II, Balai Penerbit FKUI, Jakarta,
1990
ASUHAN KEPERAWATAN
PADA TN S DENGAN GIGITAN ULAR
BERBISA
DI RUANG ICU RSUD SAIFUL ANWAR
MALANG
1.
PENGKAJIAN
Pengkajian dilakukan pada hari tanggal
a) Identitas
klien
Nama : Tn “S”
Usia : 40 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : Petani
Suku/Kebangsaan : Jawa/ Indonesia
Nama : Tn “S”
Usia : 40 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : Petani
Suku/Kebangsaan : Jawa/ Indonesia
Tanggal MRS : 10 Maret 2015
Jam MRS : 07.00 WIB
Tgl
pengkajian : 10 Maret 2015
Jam
pengkajian : 09.00 WIB
Alamat : Kampung baru, wonosari
Dx medis : Snake bite
Alamat : Kampung baru, wonosari
Dx medis : Snake bite
b) Identitas
Penanggung Jawab
Nama : Ny “A”
Usia : 35 tahun
Pekerjaan : Swasta
Alamat : Kampung baru, wonosari
Hubungan dengan px : Istri
Nama : Ny “A”
Usia : 35 tahun
Pekerjaan : Swasta
Alamat : Kampung baru, wonosari
Hubungan dengan px : Istri
2.
Riwayat
kesehatan
a)
Keluhan
Utama
Klien mengatakan badannya
panas dengan suhu 38,5ºC, nyeri di bagian tangan kiri karena digigit ular ,
b)
Riwayat
Kesehatan Sekarang
Klien
mengatakan sebelum masuk RS, klien pergi kesawah kemudian digigit ular di
tangan kiri, setelah beberapa jam kemudian di bawa ke RSUD Saiful anwar Malang
melalui IGD, setelah dilakukan pengkajian pada tgl 10 maret 2015 jam 09.00 WIB,
klien badannya panas dengan suhu 38,5ºC, nyeri di bagian tangan kiri karena
digigit ular , pasien tampak pucat
c)
Riwayat
Penyakit Dahulu
Klien
mengatakan tidak pernah mengalami sakit (DM, HT, Jantung) dan tidak pernah di
rawat di rumah sakit.
d)
Riwayat
Penyakit Keluarga
Klien mengatakan dalam
anggota keluarganya tidak ada yang menderita penyakit seperti klien
3.
Pola
Kebiasaan Klien
a)
Pola nutrisi dan metabolic :
Sebelum MRS : makan 3x/hr nasi lauk sayur an minum air
putih 7-8gls/hr
Setelah MRS : makan 2x/hr porsi RS minun 4-5gls/hr
b)
Pola eliminasi :
Sebelum MRS : BAK 4-5x/hr warna kuning jernih , BAB 2-3x/hr
konsistensi lunak, bau khas warna kuning
Setelah MRS : : BAK
3-4 x/hr warna kuning jernih , BAB 1-2x/hr konsistensi lunak, bau khas
warna kuning.
c)
Pola Aktifitas dan latihan :
Sebelum MRS : dapat melakukan semuai aktivitasnya secara mandiri
tanpa bantuan orang lain
Setelah MRS : hanya bisa istirahat dan melakukan
aktivitasnya di bantu oleh keluarga
d)
Pola tidur dan istirahat :
Sebelum MRS : klien tidur ± 6-7 jam / hari dengan nyenyak
Setelah MRS : Klien tidur ± 4-5 jam
e)
Persepsi diri :
Klien
cemas dan takut karena pemasangan
ventilator.
f)
Nilai keyakinan : Klien berdoa memohon
kesembuhan sebelum tidur.
4.
Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan
Umum : lemah
Kesadaran : composmentis
Kesadaran : composmentis
GCS :
456
Tanda-Tanda Vital :
TD : 140/80 mmHg
N : 94 x/ menit
Tanda-Tanda Vital :
TD : 140/80 mmHg
N : 94 x/ menit
RR :
24 x/ menit
S : 38,5 ºC
S : 38,5 ºC
2. Kepala
Bentuk kepala :
oval
Kulit kepala :
tidak ada luka, tidak ada benjolan
Telinga : tdk ada
sekret
Mata : Konjungtiva
pink, sclera putih, pupil isokor 2 mm, tidak ada odem.
Hidung : adanya
lendir kental, terdapat pernafasan cuping hidung
Mulut : membran
mukosa kering,
3. Leher
Bentuk simetris, Tidak ada
pembengkakan kelenjar tiroid, tidak ada pembesaran kel. tiroid
4.
Kulit
Kulit klien kering, pucat,ada odem, Turgor kulit tidak elastic, dan kulit klien berwarna sawo matang.
Kulit klien kering, pucat,ada odem, Turgor kulit tidak elastic, dan kulit klien berwarna sawo matang.
5.
Dada
Inspeksi : Dada simetris kanan dan kiri, tidak ada lesi,tdk ada odem, terdapar secret
Inspeksi : Dada simetris kanan dan kiri, tidak ada lesi,tdk ada odem, terdapar secret
Palpasi : Tidak terdapat nyeri tekan pada dada klien
dan tidak terdapat benjolan.
Perkusi : sonor
Auskultasi : tidak
Terdapat suara nafas tambahan spt ronkhi dan wheezing
6.
Jantung
Inspeksi :
iktus cordis tak tampak
Palpasi :
Iktus kordis teraba pada ICS 5
Perkusi :
Suara pekak
Auskultasi :
Bunyi jantung I dan II murni, gallops (-), murmur (-)
7.
Abdomen
Inspeksi : Perut klien terlihat rata, simetris antara bagian dekstra dan sinistra, tidak ada lesi, tidak ada odem
Inspeksi : Perut klien terlihat rata, simetris antara bagian dekstra dan sinistra, tidak ada lesi, tidak ada odem
Auskultasi :
Terdengar bising usus 5x.
Perkusi : Terdengar suara timpani
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan dan tidak ada
pembesaran hepar
8.
Ekstremitas
a) Atas :
a) Atas :
Simetris, ada
edema di tangan bagian kiri, terdapat bekas luka pada tangan klien dan ada
kemerahan pada tangan klien.
b) Bawah :
Simetris,
ada edema pada kaki klien , tugor kulit tidak elastis, tidak terdapat bekas
luka pada kaki klien. Kulit klien terlihat kering dan berwarna sawo matang
0 comments: